Surat untuk Diriku di Masa Depan
2020 untuk 2025
Pertama-tama, perkenalkan, aku adalah dirimu lima tahun yang lalu. Tidak jauh dari waktumu sekarang. Kedua, bagaimana rasanya hidup di tahun 2025? Sebelum kau membaca semua pesanku, aku hendak berterima kasih karena kau sudah berjuang sejauh ini. Kau masih hidup, bertahan dan tetap berdiri tegak. Itu sudah lebih dari cukup. Aku tahu, menjadi manusia artinya hidup dalam perjuangan untuk hidup di bumi ini sampai pada kesudahannya. Ketiga, semoga kau sudah tidak jomblo, ya! Hehe, canda.
Di tahun 2020 ini, aku memang masih mengalami banyak kesulitan. Berbagai tantangan datang, baik dari luar maupun dari diriku sendiri. Krisis masa muda terasa, dari pertanyaan tentang kerja sampai kapan punya pasangan. Dari pencapaian sampai penghasilan. Dalam jarak lima tahun ini, tantangan mungkin akan berbeda. Namun ijinkan aku menyampaikan beberapa hal.
Mima, kuharap kau mulai makin menemukan apa yang menjadi tujuan hidupmu. Aku ingat bagaimana dalam doamu tiap hari di tahun-tahun sebelumnya, kau sangat rindu untuk bisa menolong mereka yang terhilang. Mereka yang tidak punya pengharapan, mereka yang tidak punya tempat bercerita, mereka yang tidak tahu mengapa mereka harus hidup, dan mereka yang masih terbelenggu oleh masa lalu hingga terus-menerus menghakimi dirinya sendiri. Kau rindu untuk bisa melayani mereka yang jiwanya terluka, setelah hati dan jiwamu yang terluka itu telah sembuh dan dibalut oleh kasih-Nya. Aku ingin mengingatkanmu sekali lagi, bahwa pelayanan terbesar muncul dari luka yang paling dalam.
Di tahun 2025 itu, kuharap engkau masih memiliki hati yang lembut dan penuh kasih, lalu memakainya untuk bisa mengasihi dan melayani sesama. Tidak masalah kau hendak mengambil profesi apa, karena yang terpenting adalah esensi dan tujuannya. Di tahunku saat ini, aku telah berkomitmen dengan diriku sendiri untuk tidak masalah dengan berapapun gaji yang kudapatkan. Semoga sekalipun lima tahun telah berlalu, prinsip itu tetap kau pegang. Tidak mengejar materi, tetapi hidup untuk mencari arti. Tidak hanya mencari gaji, tetapi melakukan pengabdian sejati. Percayalah, rejeki adalah anugerah. Ia tidak harus dikejar dengan segenap kekuatan, ia akan datang saat waktunya diberikan untukmu. Seperti kata Hindia di lagunya, “Untuk Apa/Untuk Apa”:
Padahal katanya uang takkan ke mana
Jika memang rezeki ya ‘kan ditransfer juga
Namun dikejar terus seakan satwa langka
Di prosesnya melintah lupa jadi manusia
Ngomong-ngomong di tahunmu itu, Hindia sudah merilis berapa album?
Mungkin di umurmu itu, kau akan diserang ragu dan bertanya, “is it worth it all to continuously live like this?” Aku tahu, dilema itu akan selalu muncul. Namun kalau kau lupa akan jawabnya, ijinkan aku untuk mengingatkanmu. Ingatkah saat keluargamu harus kehilangan sang kepala keluarga? Kau kehilangan bapak yang sangat kau kasihi itu. Bukankah saat itu kau kuatir kalau-kalau hidupmu akan hancur berantakan dan semua impianmu harus sirna? Yah.. tidak semua keinginanmu terwujud, tetapi kekuatiran terbesarmu tidak terjadi. Kau masih bisa berdiri, kau dapat menuntaskan studi, dan keluargamu tetap terpelihara.
Kau kehilangan bapa duniawi, tapi kau makin menemukan kasih yang melimpah-limpah dari Bapa Sorgawi. Ia yang telah bekerja bagi hidupmu dahulu, tentu juga akan bekerja bagi hidupmu seterusnya. Jangan menyerah!
Lantas, apa kabar dengan Jepang? Apakah kau sudah sempat mampir ke sana? Walaupun itu impianmu sejak SMA, tak apa bila kau belum sempat bersua dengannya. Jangan padamkan keinginan dan impianmu itu. Kau masih harus melihat pohon Sakura yang cantik di Shirakawa-go, berkontemplasi di dinginnya langit di kaki gunung Fuji, menikmati hanabi dan musim panas di Shiojiri Nagano, menapaki bising kota Tokyo dengan berpayung dari tetesan hujan di musim gugur lalu menepi ke kafe mungil yang hangat. Atau setidaknya, bersua dengan Danau Onami dan berpura-pura menjadi Mitsuha Miyamizu. Semua hanya bisa kau nikmati di manga dan anime. Kuharap kau dapat menikmatinya secara langsung, esok atau nanti.
Dalam lima tahun itu juga, kuharap kau tidak mengubur talentamu dalam menulis, entah itu menulis sebuah tulisan atau lagu. Ada sebuah harapan kecil dariku agar kau dapat menulis sebuah buku, atau setidaknya, sebuah tulisan yang dapat memberkati siapapun. Melalui tulisan itu, kuharap kau dapat membagikan kasih Tuhan dan pengalamanmu dalam mengenalNya. Sebuah tulisan yang dapat menolong orang lain untuk makin bertumbuh secara rohani, seperti buku-buku yang ditulis oleh para penulis hebat idolamu. Sebut saja John Ortberg, David Platt, Timothy Keller dan C.S. Lewis. Aku tidak tahu pasti jenis tulisan apa yang sesuai dengan gaya kepribadianmu. Tetapi apapun itu, jangan lupakan tujuan utamanya. Kiranya hatimu yang lembut itu bisa kau tuangkan dalam tulisan dan menjadi karya yang timeless.
Pun begitu dengan lagu. Kuharap keinginan kecilmu untuk merilis mini-album dapat terwujud. Aku tahu betapa kagumnya dirimu dengan Taylor Swift, dan betapa inginnya dirimu dapat menulis lagu sebaik dirinya. Hanya satu pesanku: jangan terus-menerus memberi makan jiwa melankolismu itu dengan kesedihan yang tanpa esensi. Alih-alih galau tidak jelas, tulislah lagu yang membuatmu belajar memaknai hidup, peristiwa dan orang-orang yang ada di hidupmu dengan baik dan membawamu untuk makin melangkah maju, bukan untuk diam di tempat. Sebab lagu itu sama seperti foto. Ia ada untuk membuatmu ingat bahwa tiap hal yang berlalu di hidupmu bukan terjadi begitu saja tanpa tujuan. Semua hal terjadi untuk mendatangkan kebaikan bagi hidupmu. Teruslah berkarya. Walaupun aku tidak tahu bagaimana caranya, kuharap Tuhan mendatangkan kepadamu jalan-jalan yang akan menolongmu mengembangkan talenta.
Apakah di masamu itu, kau sudah bertemu pasangan hidupmu? Harapanku bukan tentang “sudah atau belum”, namun lebih pada “seperti apa dirinya”. Kuharap kau mendapat partner yang dapat mengertimu dan mampu berpikir secara praktis. Seseorang yang mampu dan mau menatap masa depan dengan penuh pengharapan. Seseorang yang menerima dirimu dengan segala bekas lukamu di masa lalu, tetapi juga mengajakmu untuk makin berubah menjadi makin baik. Tidak menghakimimu berdasarkan masa lalu, namun melihatmu dalam sudut pandang yang objektif. Ketiak kau bersamanya, kau makin menemukan dan mencintai Tuhan, serta tidak membuatmu kehilangan diri sendiri. Seperti Boas yang tidak memandang masa lalu Rut, namun justru mampu melihat setiap kebaikan yang ada pada Rut. Kuharap kau dapat bertemu dengan yang tepat, bukan yang sempurna. Jangan lagi terjebak dengan cinta yang menggebu-gebu (tolong, belajarlah dari masa lalu!). Pakailah hati dan logikamu. Jangan serahkan dirimu kepada cinta yang penuh nafsu, karena ia mematikan seperti maut.
Di masaku saat ini, aku sedang mendoakan seorang pria. Pria yang sejauh ini masuk dalam kriteriamu. Namun janganlah bersedih apabila di masamu itu, bukan dia yang bersamamu. Ketahuilah bahwa kau tidak bsia mengendalikan semua itu. Tetaplah mencari kehendakNya, jangan mendahului waktuNya. Jangan kuatir. Yang digariskan untukmu, pada akhirnya akan datang juga. Sementara yang tidak digariskan untukmu, pada akhirnya akan pergi juga dari tanganmu. Jangan jatuh untuk mencinta, sebab semua yang jatuh bisa rusak. Selain itu, jangan coba-coba untuk mencari seorang “pangeran berkuda”. Kau adalah pendekar di hidupmu sendiri. Ia yang dihadirkan untukmu bukan untuk menyelamatkanmu, tapi untuk berjalan bersamamu. Seumpama sebuah game, kalian sedang tag team untuk mengalahkan “musuh”. Jadilah kuat — lebih kuat dari aku di tahun 2020 ini. Wanita adalah penolong, ia harus lebih kuat demi mereka yang harus mereka lindungi dan rawat.
Kuharap ia yang bersamamu juga memiliki hati yang mau mengasihi jiwa-jiwa yang terluka dan terhilang. Kuharap kalian dapat mengerjakan visi mulia bersama-sama bagi bumi ini. Tentunya, sebelum kau dapat berharap agar Tuhan menghadirkan pria itu di hidupmu, kaupun juga harus terus membangun dirimu menjadi wanita yang baik dan pantas. Hanya, satu hal yang pasti. Kalaupun Tuhan menetapkan hidupmu untuk tidak menikah, janganlah menjadi kecewa. Itu bukan alasan bagimu untuk merasa kesepian. Ada tidaknya pasangan hidup, tidak akan memengaruhi keutuhan hidupmu. Tetaplah puas di dalamNya. Teruslah memancarkan kecantikanmu yang tumbuh dari hati yang mengasihi Tuhan dan sesama.
Terakhir, ketika kau menjalani hidup, kau ingin diingat sebagai apa? Seorang sahabatmu menyebut dirimu sebagai “kasih sayang” dan “titik kumpul kala ada kebakaran terjadi”. Ia menyebutmu demikian karena kau sanggup merangkul dan membagikan kasih sayang bagi orang-orang di sekitarmu. Di sisi lain, kau mampu jadi penengah dan penyambung ketika ada dua pihak yang bertentangan. Apakah sebutan itu masih relevan bagimu sekalipun lima tahun telah berlalu? Di sisi lain, ada yang menilaimu sebagai pribadi yang egois, sehingga dalam bebrapa kasus, kau bertindak hanya untuk memuaskan dirimu sendiri. Sisi mana dari dirimu yang ingin diingat oleh orang-orang di sekitarmu?
Kau mungkin punya banyak impian dan keinginan. Dari S2, melakukan misi kemanusiaan, menjadi penulis maupun penyanyi indie. Apapun itu, tidak masalah. Tetapi satu hal: pastikan yang kau kerjakan itu memenuhi esensi Ilahi, pergi dengan tujuan mulia dan bukan untuk memuaskan dirimu sendiri. Pada dasarnya, hidup ini hanya mengembara. Semua adalah sia-sia dan fana, pun dengan kebahagiaan. Kuharap, kau masih tetap konsisten mengejar yang tidak fana itu dan tetap teguh didorong oleh tujuan yang tidak fana itu, yaitu memuliakan Tuhan. Kuharap kau dapat makin murni dalam menjalani hidup, meninggalkan segala “keakuan” dan mengasihi bukan untuk menyukakan manusia.
Tetaplah pakai hatimu yang lembut itu. Sewaktu surat ini ditulis, aku masih takut dengan masa alalu yang mungkin saja sewaktu-waktu akan datang menyerang dan menghantui. Kuharap, di masamu itu, kau tidak lagi takut dengan masa lalumu. Kau harus makin berani melangkah dan mengejar panggilanNya bagi hidupmu sampai garis akhir. Jangan pernah takut dengan manusia, jangan pula bergantung pada manusia, termasuk pada dirimu sendiri. Semoga kau dapat makin bergantung padaNya, Sang Pemilik hidupmu.
Terlalu banyak harapan dan doaku untukmu. Bersyukurlah, Ia adalah Tuhan yang dapat dipercaya dan mendengar setiap seruan jiwa yang terdalam. Ia mengerti apa yang menjadi kebutuhan kita, lebih dari apa yang dapat kita pikirkan.
Aku bangga padamu, selalu dan selamanya.
(tulisan ini adalah essay untuk lomba Menulis yang kuikuti, pada September 2020)